Assalamualaikum...
Hari ini saya mau bercerita tentang hal yang berbeda dari
postingan-postingan sebelumnya yang biasanya berkutat di dunia kosmetik yaitu
kuliner. Sebenarnya yang suka wisata kuliner sih suami, saya bukan tipikal
manusia yang suka makan, saya hanya makan yang saya suka dan sayangnya tidak
banyak jenis makanan masuk ke kategori yang saya suka. Makanya badan saya tuh
kurus, masih di bawah standarnya Body Mass Index.
Edit edit dikit buat di posting di instagram :D |
Sudah 6 tahun ini saya kerja di remote area, jauh dari mana-mana. Mau cari makanan yang agak lumayan mesti berangkat ke kota kabupaten terdekat yang berjarak tempuh 1 s.d 1,5 jam. Kalau ke kota satunya mesti menyeberang selat via kapal ferry. Masakan Bulek sang asisten rumah tangga saya sering kali bumbunya ga cocok sama lidah saya. Rempah-rempahnya lebih sering over kuota dan bercita rasa pedas. Meskipun tidak selalu begitu setiap hari, kadang masakan Bulek berjodoh sama maunya lidah & perut saya. Beliau pernah juga bikin Lontong Sayur, Gado-gado,Mie Ayam, Soto Jawa dll ala-ala masakannya rumah makan gitu dan saya suka. Tapi kasian donk ya kalau tiap hari, masak begitu kan repot.
Kalau saya masak pas cuma kepengen aja, biasanya pas libur ( Sabtu & Minggu ) dan sayangnya udah beberapa minggu ini ga pernah masak, saya malas :(. Soalnya kalo masak, saya suka masak yang repot & endingnya dapur jadi berantakan karena piranti yang dipergunakan seabrek-abrek. Saya suka bikin Tom Yam, Ayam Suwir Bumbu Rujak, Kung Pao Chicken dan yang paling favorit saya adalah Sayur Asem Jawa. Ngomong-ngomong Sayur Asem, meskipun saya orang Banjar, tapi saya ga bisa bikin Sayur Asem Banjar, kalau mau bikin yang versi Banjar, rupa, warna, dimensi & rasanya pasti jatuhnya condong ke versi Jawa. Untunglah suami sampai detik ini masih maklum aja dengan hal ini, karena dia bukan Banjar tulen, Abahnya ( Bapak dalam bahasa Banjar ) orang Banjar kelahiran Rantau, Kalimantan Selatan. Sedangkan Mamanya dari Bondowoso, Jawa Timur. Jadi masih bisa menerima rasa masakan dari 2 daerah yang berbeda tersebut. Kalau ga ada sayur asem banjar, sayur asem jawa pun jadi.
Kalau masakan mama saya sih enak, tapi ga sampai dalam taraf enak banget. Yang bikin enak itu unsur homeynya, berasa saya masih tinggal di rumah orang tua. Berhubung rumah orang tua di Banjarbaru dan saya baru pulang ke Banjarbaru biasanya 1 bulan sekali, maka semakin enaklah masakan mama saya akibat kangen & suasananya jadi beda sama dirumah saya di daerah terpencil ini. Mama saya kalau masak suka banyak, 1 kali momen makan ( biasanya siang ), beliau suka masak banyak sekali varian lauk pauk & ga nyambung antar lauk yang 1 dengan lauk yang lainnya. Hal ini dimaksudkan siapa tau selera masing-masing orang beda, jadi silahkan pilih mana yang cocok. Analisa saya yang lainnya adalah rumah kami saat itu banyak penghuninya yaitu Abah, Mama, Kakak Laki-laki 2 orang, saya, adik perempuan 1, nenek & saudara sepupu. Banyak orang, masaknya pun jadi banyak pula.
Wheeewww, openingnya panjang juga ternyata. Now, back to the
title, Big Coffee Banjarbaru. Pas saya pulang kemarin ke Banjarbaru, saya dan
suami berniat icip-icip kesana. Malam minggu, sehabis pulang dari Q Mall
Banjarbaru, pulang ke rumah sebentar dan anak saya Aqeela sudah tidur saya dan suami pun menuju Big Coffee
saat jam menunjukkan pukul 22.00 WITA ( 10.00 malam ). Mejanya full dan kami
harus menunggu sampai ada customer lain yang sudah selesai. Parkirpun dapatnya
disisi luar pagar dikarenakan parkir didalam penuh. Kurang lebih 10 menit
kemudian akhirnya kami mendapatkan tempat duduk. Big Coffee Banjarbaru berlokasi
di jalan Achmad Yani Km. 34,5 Banjarbaru. Tempatnya bersih, cukup luas dan ada
live music. Live music nya oke punya, akustik dengan lagu-lagu yang update. Pilihan menunya pun banyak, ada beragam jenis kopi yang ditawarkan. Makanannya pun macam-macam dari Zuppa Soup ( Krim Sup yang disajikan dengan puff pastry ), beragam olahan sayur dan udang, sampai berbagai macam versi nasi goreng. Saya cermati wajah-wajah
customernya ( semoga pencermatan saya tidak salah ) saat itu memiliki rentang
usia 15 – 20an awal. Saya dan suami jadinya berasa udah tua banget,
hahaha...tak berapa lama waiternya pun datang membawakan buku menu dan pilihan
saya jatuh pada Blackforrest Coffe. Suami saya memilih Green Tea. Begini kira-kira kronologis pembicaraan antara saya dan suami
beserta mas-mas waiternya :
Saya : Blackforrest Coffe 1
Suami : Green Tea 1, ada ?
Waiter : Ada mas
Saya : Zuppa Soupnya ada ?
Waiter : Lama mbak jadinya, 1 jam baru selesai.
Saya : Nasi Goreng ?
Waiter : Lama juga mbak, 1 jam juga.
Suami : Shabu-shabu ?
Waiter : Apalagi itu mbak, tambah lama.
Suami : Trus apa donk makanan yang ga
lama ?
Waiter : Semua makanan lama. Yang udah
lebih dulu datang aja masih ada yang belum
selesai.
Suami : Oh ya sudah, pesan yang minuman
tadi aja deh.
Sesudah si mas waiternya pergi, kami berdua agak-agak
bingung, yg lain koq pesanannya pada lalu lalang aja dianterin, bahkan customer
yang datang hampir berbarengan dengan kami shabu-shabunya sudah diantarkan ke
meja. So, pergilah suami saya ke kasir dan kemudian menanyakan apakah bisa
memesan shabu-shabu ? and guess what ? BISA. Dan bener aja, ga berapa lama
kemudian kisaran 15 menit shabu-shabunya sudah tersaji di meja. What the @#$%^&*....hahahaha...mungkin
waiternya capek berat kali ya, malam minggu pula, crowded, makanya agak-agak ga
konsentrasi.
Terlepas dari "rejeki" kami kebagian waiter yang a lil bit ajaib, menu yang kami pesan semuanya ajiiiiib....kemudian kami menambah pesanan air mineral dan nasi putih...kopi saya yang berjudul “ Black Forrest Coffe” rasanya unik, ga terlalu manis ( ini yang saya suka ! ) dan rasanya pun sinkron dengan namanya, bener-bener kaya kue blackforrest gitu deh...dan yang paling enak tentulah si shabu-shabunya, bahan-bahan mentahnya ditata sedemikian rupa dipiring yang lebar yang terdiri dari sawi hijau/cai sim, bawang bombay, bakso, udang, daging ayam, daging sapi,chikuwa,crab claw & crab stick. Bahan-bahan mentah tadi dimasak dengan kaldu dipanci kecil menggunakan kompor dari cawan yang dituangi spiritus sebagai bahan bakar. Sayuran dimasukkan terakhir agar tidak hancur. Tambahan lainnya adalah jeruk nipis dan kecap yang sudah dicampur dengan cabe rawit. Kurang lebih 5-7 menit kemudian shabu-shabunya matang. Rasa kaldunya enak banget, paduan asam, asin, manis dengan komposisi yang pas. Aromanya wangi pula. Ga kalah lah dengan Shabu-shabu/Steam Boat/Suki resto yang lain. Dan harganya pun affordable. Bayangkan saja, kalau cuma berdua trus makan di resto suki dan sejenisnya di mall, harganya bisa berkali-kali lipat. Sedangkan di Big Coffe cukup Rp. 52.500 kita sudah bisa menikmati Shabu-shabu untuk 2 orang.
Terlepas dari "rejeki" kami kebagian waiter yang a lil bit ajaib, menu yang kami pesan semuanya ajiiiiib....kemudian kami menambah pesanan air mineral dan nasi putih...kopi saya yang berjudul “ Black Forrest Coffe” rasanya unik, ga terlalu manis ( ini yang saya suka ! ) dan rasanya pun sinkron dengan namanya, bener-bener kaya kue blackforrest gitu deh...dan yang paling enak tentulah si shabu-shabunya, bahan-bahan mentahnya ditata sedemikian rupa dipiring yang lebar yang terdiri dari sawi hijau/cai sim, bawang bombay, bakso, udang, daging ayam, daging sapi,chikuwa,crab claw & crab stick. Bahan-bahan mentah tadi dimasak dengan kaldu dipanci kecil menggunakan kompor dari cawan yang dituangi spiritus sebagai bahan bakar. Sayuran dimasukkan terakhir agar tidak hancur. Tambahan lainnya adalah jeruk nipis dan kecap yang sudah dicampur dengan cabe rawit. Kurang lebih 5-7 menit kemudian shabu-shabunya matang. Rasa kaldunya enak banget, paduan asam, asin, manis dengan komposisi yang pas. Aromanya wangi pula. Ga kalah lah dengan Shabu-shabu/Steam Boat/Suki resto yang lain. Dan harganya pun affordable. Bayangkan saja, kalau cuma berdua trus makan di resto suki dan sejenisnya di mall, harganya bisa berkali-kali lipat. Sedangkan di Big Coffe cukup Rp. 52.500 kita sudah bisa menikmati Shabu-shabu untuk 2 orang.
Shabu-shabu/Steam Boat ala Big Coffee Banjarbaru |
FYI, di beberapa negara Asia, ada masing-masing versi suki.
Jika di Jepang orang-orang mengenalnya dengan sebutan Shabu-shabu, di Cina
dikenal dengan nama Hot pot atau Steamboat, sementara nama Suki sendiri hadir
untuk sebutan salah satu sajian dari Thailand. Dan meskipun secara penyajian,
tidak ada perbedaan yang besar antara Shabu-shabu, Steamboat, juga Suki, yakni
dengan menggunakan kuah kaldu ayam untuk merebus berbagai macam isian yang
disajikan. Tetapi karena Thailand memiliki kuah dengan cita rasa yang khas,
yang dikenal dengan Tom Yam, maka biasanya Suki ditambahkan dengan variasi kuah
Tom Yam tersebut di dalam pancinya.
Selesai menikmati hidangan-hidangan tadi, tibalah kami pada
momen dimana kami harus menuai terhadap apa yang sudah kami perbuat di meja
makan tadi, yaitu BAYAR ! Total bill kami dari mengkonsumsi Black forrest coffe, Green Tea, Air Mineral, nasi Putih & Shabu-shabu/Steam Boat. adalah sejumlah Rp. 100.000 (
terbilang : seratus ribu rupiah, kalau-kalau ada yang ga suka baca nominal
berupa angka, sukanya baca abjad latin aja :D ). Lain kali saya pasti balik lagi buat icip-icip menu yang lainnya.
Waktu menunjukan pukul 24.00 WITA dan saatnya kami pulang ke
rumah dengan hati yang gembira.
Thanks Big Coffe Banjarbaru.
Wassalamualaikum.
Lia Aqeela.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar